Semiotika
Dahulu saya sangat di sayang sekali dengan orang tua saya,
terutama papa saya. Beliau sangat amat menyayangi saya dari kecil. Dari kecil
saya selalu diajarkan oleh beliau bagaimana cara berinteraksi oleh orang lain, tidak
lupa diajarkan cara bertanggung jawab, dan beramal dengan semua orang yang
membutuhkan. Selama beliau mengajarkan saya seperti itu, saya tumbuh menjadi
anak yang bertanggung jawab, mudah untuk berinteraksi dengan orang lain, dan tentunya
beramal kepada semua orang tanpa memandang bulu. Tentunya saya juga di didik
dengan ibu saya, beliau cukup keras dalam mengajari saya dalam bidang akademik
sampai saya trauma berat jika beliau yang akan mengajari saya pekerjaan rumah (PR).
Tetapi setelah saya cukup dewasa untuk mengingat ajaran ibu saya, saya baru
mengerti mengapa beliau sangat keras kepada saya di bidang akademik.
Setelah saya berumur 16 tahun, papa saya meninggal dunia. Hari
itu, hati saya sangat amat hancur, saya sampai menyalahkan diri saya, “mengapa
tidak bisa membantu menolongnya pada saat itu”. Kata-kata itu terus saya
lontarkan ke diri saya. Selama berbulan-bulan saya selalu menyalahkan diri,
tetapi saya tetap terus beribadah agar hati saya tetap tenang.
Setelah 2 tahun, akhirnya saya memaafkan diri saya, banyak
juga yang mensupport saya agar saya lebih tidak menyalahkan diri dan menerima
semuanya. Selama masa-masa suram itu, banyak dari sahabat dan keluarga yang
membantu saya dan berusaha meghibur saya.
Sampai sekarang pun banyak nasihat-nasihat dari papa yang
sangat saya ingat untuk menjadi acuan hidup saya. Terima kasih papa.
Comments
Post a Comment